Skip to main content

Aturan Adat Suku Alas dalam Melindungi Alam

Aturan Adat Suku Alas dalam Melindungi Alam
Suku Alas. Foto: COLLECTIE TROPEN MUSEUM
Di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas hidup berdampingan dengan 11 etnis lainnya. Walaupun memiliki keanekaragaman dari segi etnis dan agama, di tanah Alas tidak pernah terjadi konflik bernuansa SARA. Inilah yang membuat wilayah perbukitan di daerah Aceh Tenggara terkesan damai dan asri. Menyatu dalam keberagaman.

Beragamnya kehidupan di tanah Alas, malah menjadi keunikan tersendiri di wilayah Aceh Tenggara. Menjadikan kehidupan di setiap elemen masyarakat penuh warna dan bervariasi. Di Alas, perbedaan setiap unsur kebudayaan masyarakatnya saling berbaur dan saling mempengaruhi antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

Atas dasar genealogi, kehadiran berbagai etnis di tanah Alas menjelaskan, bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat hidup dan berdiri sendiri. Begitu juga dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten ini. Semua pihak perlu terlibat baik secara langsung maupun tidak. Keberagaman suku dan keyakinan akan menjadikan keunikan tersendiri bagi masyarakat di sana dalam membangun daerahnya.

Aturan Adat Suku Alas dalam Melindungi Alam
Aturan Adat Suku Alas dalam Melindungi Alam. Ilustrasi
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dalam beberapa definisi, di antaranya seperti berikut ini:

Dheleng (hutan) sebagai kekayaan imum alias kepala mukim bersama rakyatnya di Tanah Alas. Luasannya selebar wilayah kemukiman dengan panjang jauh ke dalam hutan ½ (setengah) hari perjalanan kaki, atau hingga dhalan/pasakh mesosen. Pemanfaatanya diarahkan untuk menjaga air sungai/pakhik jume tetap normal untuk pertanian/bersawah atau pun keperluan hidup lainnya terhadap air.

Jika ada pencuri hasil hutan atau terjadi perusakan (menebang kayu, pengambil rotan, dan produk non kayu) tanpa sepengetahuan MAA kampung setempat dan tanpa izin dari imum/kepala mukim, maka pelaku akan dikenakan sanksi adat. Harus menyerahkan seluruh hasil curiannya ke kampung tempat kejadian pelanggaran adat. Selain itu pelaku juga dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).

Aturan Adat Suku Alas dalam Melindungi Alam
Tradisi Pemamanen di suku Alas sudah ada sebelum masuk Kolonial Belanda ke wilayah Alas. Foto: COLLECTIE TROPEN MUSEUM
Sama halnya bagi pengebom, peracun, penyetrum, dan pemusnahan ikan. Terutama ikan jurung, ciih khemis, dan ciih situ dan jenis ikan lainnya di sepanjang sungai Lawe Alas. Atau sungai-sungai kecil, dan irigasi desa, termasuk seluruh tali air di Tanah Alas. Pelaku akan mendapat sanksi adat ngateken kesalahen. Ikan tangkapan di luar ketentuan adat tersebut harus dikembalikan ke MAA setempat serta dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).

Begitu pula jika ada seseorang yang menangkap ikan tanpa seizin masyarakat adat yang mengelola secara adat di Tanah Alas di wilayah pinahan (lubuk larangan) dan sejenisnya.  Ia dikenakan saksi ngateken kesalahen dan ikan tangkapan tersebut dikembalikan ke MAA kampung setempat untuk diserahkan kepada pemiliknya. Serta dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).

Kemudian jika ada orang yang mengambil, menangkap, atau memburu satwa liar dan sejenisnya tanpa izin MAA setempat. Ia akan mendapat saksi adat ngateken kesalahen. Hasil buruan/tangkapannya tersebut dikembalikan ke MAA setempat untuk diserahkan atau dikembalikan ke habitatnya bila masih hidup, dan dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).

Aturan Adat Suku Alas dalam Melindungi Alam
Pada masa itu tradisi pemamanen membawa tebu ke tempat orang pesta. Foto: COLLECTIE TROPEN MUSEUM
Hukum adat (customary law) adalah bagian dari aturan hukum pada umunya. Kategorinya adalah hukum tidak tertulis dalam masyarakat yang biasanya bermata pencaharian pertanian di daerah pedesaan. Hukum adat berasal dari keputusan bersama suatu masyarakat, dan dikuasakan proses pengadilannya pada seseorang yang telah dipercaya. Biasanya seseorang dituakan atau dihormati.

A.W. Wijaya dalam tulisannya berjudul “Manusia, Nilai Tradisional dan Lingkungan”, berperspektif bahwa hukum adat adalah norma lama yang masih terdapat di mana-mana. Di daerah dan di dalam masyarakat. Ini merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Termasuk di daerah Suku Alas berada. Maka sudah semestinya kita menghargai dan mematuhi hukum adat yang berlaku di manapun kita berada, “di mana tanah dipijak di situ langit dijunjung.”




Sumber Rujukan:

Widjaja , A.W. (Ed.) 1986     Manusia Indonesia: Individu, Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo C.V

Zul Arma. 2010. Aceh Tenggara Negeri Leuser yang Perlu Komitmen. Dimuat di Buletin Tuhoe Edisi XII.

Suwarto (dkk), 2006, Mengangkat Keberadaan Hak-hak Tradisional Masyarakat Adat Rumpun Melayu Se-Sumatera, Pekanbaru : Unri Press.

Dr. Thalib Akbar, M.Sc. 2004. Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas.

Simarmata, Rikarda.  2006.   Pengakuan Hukum Terhadap Masyarakat Adat Di Indonesia. Regional Initiative on Indigenous Peoples Rights and Development (RIPP) UNDP Redional Center in Bangkok.

Comments

Popular posts from this blog

7 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia

Ada begitu banyak gunung berapi yang bisa kita jumpai di Indonesia. Gunung berapi yang jumlahnya berlimpah itu terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Nah, berikut adalah tujuh gunung berapi tertinggi di Indonesia, menurut data yang dilansir Wikipedia. Mari kita simak bersama! 1. Gunung Kerinci Gunung Kerinci,  3.805 meter. Gunung berapi tertinggi di Indonesia ini juga dikenal sebagai Gunung Gadang dan Puncak Indrapura. Gunung Kerinci memiliki ketinggian mencapai 3.805 meter dan terletak di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Uniknya lagi, gunung berbentuk stratovulkan ini mempunyai kawah seluas 400x120 meter yang berisi air berwarna hijau. 2. Gunung Rinjani Gunung Rinjani,  3.726 mdpl. Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl serta terletak pada lintang 8º25' LS dan 116

Pantai Pandawa di Bali

Menghabiskan waktu liburan di pulau Bali pasti tidak mengenal rasa bosan, banyak pilihan tempat menarik sebagai Obyek Wisata di Pulau Dewata Bali yang bisa dikunjungi, ada wisata budaya, wisata kulinner, wisata air, dan pastinya wisata pantai. Banyak pantai eksotik yang tersebar di seluruh pesisir pulau Bali, salah satunya adalah pantai Pandawa, pantai berpasir putih lembut yang belakangan makin banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun asing. Pantai Pandawa di Bali Kali ini saya akan berbagi pengalaman selama mengunjungi tempat wisata di pulau Bali, yaitu pantai Pandawa Pantai Pandawa di Bali banyak yang menyebutnya sebagai pantai rahasia atau secret beach , karena lokasinya yang berada di balik perbukitan kapur yang menjulang tinggi, sedangkan warga lokal menyebut pantai Pandawa dengan sebutan Pantai Kutuh karena letak pantai ini di desa Kutuh, yang warganya terkenal dengan penghasil budi daya rumput laut sebagai aktifitas keseharian warganya. Indahnya pantai Pandawa di Bali Let

Danau Matano, Terdalam di Asia Tenggara

Danau Matano terletak di Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.  Namanya belum setenar Danau Toba di Medan, Sumatera Utara, tapi pesona Danau Matano gak bisa dipandang sebelah mata. Danau Matano terletak di Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.  Pelesiran ke sini, mustahil kamu tidak jatuh cinta dengan danau yang diklaim sebagai yang terdalam di Asia Tenggara . Mata kamu bakal dimanjakan dengan jernihnya biru air danau, yang membuatmu bisa melihat danau hingga kedalaman 20 meter! Pantai Salonsa, Danau Matano. Foto: Wikipedia Danau Matano terbentuk dari ribuan mata air akibat gerakan tektonik di litosfer. Kini, danau ini menjadi rumah buat aneka ikan serta burung danau terbang dan dikelilingi Pegunungan Verbeek nan hijau.  Tak hanya itu, sejumlah fauna eksotis, seperti kepiting bungka, udang, siput, keong air tawar dan yang paling kesohor dari Danau Matano, ikan purba buttini yang memiliki nama latin Glossogobius matanensis juga