Skip to main content

Jelajah Jawa Tengah Bagian 5: Batu Pandang Ratapan Angin

Hari ketiga yang berati cuman 2 malam kami di Dieng. Pagi-pagi sebelum jam  7 kami sudah checkout dari penginapan. Tujuan selanjutnya adalah Baturaden. Namun sebelum itu kami mampir dulu ke Batu Pandang Ratapan Angin dan spot ini  satu arah ke Baturaden via Wonosobo. Dari penginapan ke Batu Pandang ini cuman berjarak sekitar beberapa kilo saja dari penginapan. 

Dari penginapan kami melewati persimpangan (salah satu jalan) menuju Kawah Sikidang yang ada di sisi kanan. Tidak jauh dari perimpangan ini kita sudah menemukan parkiran jika ke Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang berada di sisi kanan jalan dan loket ke telaga-telaga tersebut di seberang jalan/sisi kiri. Karena kami tidak berencana ke danau, kami melanjutkan perjalanan ke arah Batu Ratapan yang tidak begitu jauh dari danau.

Masih jam 7 kurang kami sampai di parkiran. Dari sini kita bisa melihat Kawah Sikidang di kejauhan, yang terlihat jelas dengan ciri khasnya, bebatuan dan asap mengepul berwarna putih. Belum terlihat adanya pengunjung dan warung-warungpun masih berkemas untuk buka. Untuk HTM kami bayar Rp. 10.000 per orang dan parkir mobil Rp. 5.000. Selanjutnya menaiki tangga-tangga yang berada di lorong-lorong di celah bebatuan besar. Di kiri kanan terdapat ladang-ladang kentang dan sayur dengan memanfaatkan ruang-ruang kosong di antara bebatuan.
Menuju spot foto
Hanya sekitar 100m kami sudah sampai di atas bukit di salah satu icon yang membuat Dieng dikenal wisatawan dalam dan luar negri, yaitu Batu Pandang Ratapan Angin. Di atas ternyata sudah ada beberapa pengunjung. Di atas yang merupakan formasi batu-batu gunung.

Dari atas ini kita di suguhi pemandangan yang menakjubkan dari semua sudut. 2 telaga yang menjadi titik sentral yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Telaga-telaga ini di kelilingi oleh pepohonan topis dengan latar pegunungan. Melempar pandangan ke sekeliling terlihat rumah-rumah dan ladang-ladang di kaki-kaki dan lereng-lereng gunung.hijau nya pemandangan membuat hati dan jiwa lebih adem dan mata menjadi lebih segar (menurut pendapat para ahli hahaha....).
Salah satu sudut Batu Pandang
Salah satu sudut Batu Pandang
Tujuan kami sebenarnya ke sini adalah berfoto di Batu Pandang dengan latar belakang Telga Wana dan teaga Pengilon,2 telaga yang berdampingan. Meskipun berdampingan, air di kedua telaga tersebut berbeda warna. Telaga Warna berwarna hijau lumut sementara Teaga Pengilon berwarna coklat kehitaman. Telaga Pengilon mengandung sulfur sehingga tidak ada ikan yang hidup di sana.
Batu Pandang yang menjadi spot foto sebenanya sebuah batu yang agak menjorok di sisi tebing dengan atasnya agak rata sehingga pengunjung bisa duduk dan berdiri. Di butuhkan sedikit keberanian untuk ke batu ini dan buat kalian yang takut ketinggian tidak di sarankan naik. Karena merupakan spo favorit, pengunjung harus bergantian berfoto, makanya kami ke sini jam 7 sehingga belum banyak pengunjung ke sini.

Satu persatu kami bergantian berfoto. Dan selagi berfoto, jumlah pengunjung makin bertambah (karena hari Minggu) dan membuat kami harus buru-buru mengambil foto karena harus gantian.
Spot foto di atas Batu Ratapan
Spot foto di atas Batu Ratapan
Saya mencoba mengambil foto dari atas/drone sehingga bisa mendapatkan view dari ketinggian. Dengan drone saya bisa mengambil foto Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari atas serta pemdangan di sekelilingnya.
Telaga Warna dan Telaga Pengilon
Untuk spot foto berikutnya ada di sebelah kanan berupa Batu Ratapan Angin, berupa tebing gunung juga spot foto berupa balon udara (berbayar). Sebenarnya di sini juga ada flying fox dan mountain bike/sepeda gantung seperti di Lodge Maribaya. Untuk sepeda ini ada di bawah dekat parkiran.
Salah satu spot foto
Salah satu spot foto
Menyudahi kunjungan di Batu Pandang ini kami tutup dengan sarapan pagi di sebuah warung diantara banyak warung dekat parkiran. Murah meriah dan lumayan mengganjal perut selama perjalanan berikutnya ke Baturaden.
Salah satu cemilan di sini, kentang dan goreng jamur
Perjalanan dari Dieng ke Baturaden yang masih di Jawa Tengah mengambil arah yang berlawanan sewaktu datang yaitu ke arah Wonosobo. Rute yang kami lewati melewati jalan-jalan yang berkelok-kelok di antara perbukitan, melewati kebun-kebun sayur. Di sebelah kiri kita bisa melihat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang berdiri gagah.
Selain berbelok-belok, jalur ini juga berupa turunan panjang. Jika kita dari Wonosobo tentulah akan melewati jalan mendaki. Perlu diperhatikan kondisi kendaraan ketika melewati jalur ini. Ini terlihat beberapa truk yang mogok dan tidak kuat mendaki.

Melewati terminal Wonosobo yang ramai, jalanan agak macet. Di terminal inilah biasanya traveler berganti mobil angkutan untuk menuju Dieng karena bis-bis besar tidak diperbolehkan ke atas, selain kondisi jalan yang mendaki panjang juga karena jalannya kecil.

Sampai di Banjarnegara, menyusuri jalan yang ada di sepanjang sungai Serayu. Daerah in terkenal sebagai salah satu sentra durian. Sepanjang jalan ini banyak sekali kita temukan pedagang duren dan es dawet juga tentunya. Di salah satu apak duren kami berhenti untuk menikmati duren Banjarnegara. Duriannya tergolong murah, dari harga Rp. 15.000 sampai termahal Rp. 30.000, dengan daging durian tebal dan bijinya yang kecil dan rasanya yang enak, harga tersebut sangatlah murah.

Comments

Popular posts from this blog

7 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia

Ada begitu banyak gunung berapi yang bisa kita jumpai di Indonesia. Gunung berapi yang jumlahnya berlimpah itu terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Nah, berikut adalah tujuh gunung berapi tertinggi di Indonesia, menurut data yang dilansir Wikipedia. Mari kita simak bersama! 1. Gunung Kerinci Gunung Kerinci,  3.805 meter. Gunung berapi tertinggi di Indonesia ini juga dikenal sebagai Gunung Gadang dan Puncak Indrapura. Gunung Kerinci memiliki ketinggian mencapai 3.805 meter dan terletak di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Uniknya lagi, gunung berbentuk stratovulkan ini mempunyai kawah seluas 400x120 meter yang berisi air berwarna hijau. 2. Gunung Rinjani Gunung Rinjani,  3.726 mdpl. Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl serta terletak pada lintang 8º25' LS da...

Eksplor Solok Selatan Bagian 4: Kebun Teh Alahan Panjang, Mesjid Tuo Kayu Jao dan Danau Di Ateh (Danau Kembar)

Melanjutkan perjalanan dari Sangir dimana kami menghabiskan waktu berenang di Air Pauh Duo dan mengunjungi Nagari Saribu RumahGadang selanjutnya kami menuju Alahan Panjang untuk menginap di Danau Di Ateh (Danau Di Atas). Karena tergoda dengan promosi wisata di sini yang memperlihatkan penginapan di pinggir danau yang bergaya ala-ala Eropa. Sampai di Danau Di Ateh sudah sore. Memasuki Kawasan wisata kami harus membayar sekitar Rp. 25.000 per orang (dewasa). Dan sepertinya di dalam Kawasan wisata sedang ada bazaar sehingga terlihat sangat berantakan dan sampah berserakan di mana-mana. Singkat cerita kami menyewa 2 villa dengan harga Rp. 500.000 dan Rp. 300.000 yang dibayar via petugas yang   bersih-bersih villa (karena menurut beliau pembayarannya lewat mereka, dan saya juga bingung karena memang tidak tahu harus bayar dimanan, LOL). Dan sumpah, inilah penginapan yang tidak terurus, mesti terlihat bagus tapi didalamnya sangat kotor mulai dari karpet, korden, dinding etc. Tidak ada ...

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)

Peta Kawasan Konservasi Indonesia Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia) adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme - United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam. Biosphere reserves are sites recognized under UNESCO's Man and the Biosphere Programme, which innovate and demonstrate approaches to conservation and sustainable development. They are of course under national sovereign jurisdiction, yet share their experience and ideas nationally, regionally and internationally within the World Network of Biosphere Reserves. There are 551 sites world...