Skip to main content

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 5: Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut

Dari Pantai Santolo sebenarnya kami berencana ke mampir ke Pantai Rancabuaya dan Puncak Guha. Kedua lokasi ini sering dijadikan tempat persinggahan atau tujuan akhir para traveler dari Jabodetabek. Tapi ketika melihat di Maps, Curug Sanghyang Taraje lokasinya mendekati ke utara sehingga dekat ke arah kota dan ke tujuan selanjutnya yaitu Ciwidey sehingga kami memutuskan ke Curug Sanghyang Taraje.
Dari Pantai Santolo ke Sanghyang Taraje lokasinya lumayan jauh sekitar 50km lebih. Dari persimpangan masuk pantai kami kembali lagi ke jalan utama, ke arah Pantai Jayanti tapi tidak sampai ke Puncak Guha/Pantai Rancabuaya, Di suatu perempatan, kiri ke pantai, lurus ke Jayanti dan ambil kanan ke arah Cibungbulang. Dari sini kita terus naik ke perbukitan dengan kondisi jalan kurang bagus.
Di rute-rute awal, kami melewati perbukitan yang jarang sekali rumah-rumah penduduk nya. Kemudian mulai ramai penduduk. Awalnya mengikutin Google Maps kami diarahkan ke jalan kecil ke arah lembah, untunglah di kasih tahu oleh penduduk bahwa jalannya sangat jelek dan jauh sekali jaraknya ke Sanghyang Taraje. Dan ternyata belokan ke Curug Sanghyang Taraje masih sangat jauh sekitar 10 km-an.
Melanjutkan perjalanan tanpa Maps, sampailah kami dipertigaan yang dimaksud dan berhubung ada rumah makan kamipun makan siang terlebih dahulu. Dari rumah makan ini perjalanan dilanjutkan melewatin jalan kampung sekitar 8km. Di sini kita juga melewatin perkebunan teh, dan terlihat plang petunjuk arah ke sebuah curug (saya lupa namanya). Sampai di sebuah jembatan kecil, kami harus melewatin jalan yang cukup buat satu mobil, mendaki bukit yang di sebelah kanannya menganga jurang yang dalam. Sempat berpapasan dengan satu mobil dan harus susah payah untuk melewatinya.
Perjalanan berakhir di sebuah turunan, dan kami harus parkir yang dijaga oleh pemuda lokal. Dari parkiran ini kita harus naik ojeg dengan tarif Rp. 20.000/sekali jalan. Kalau dipaksakan, mobil bisa saja masuk sampai ke parkiran curug, tapi kondisi jalan yang jelek dan turunannya yang sangat tajam, sangat berbahaya, bisa-bisa mobil bisa turun tapi gak bisa pulang hahahaha.
Lembah yang ada di sepanjang jalan menuju Curug Sanghyang Taraje
Dan benar saja, menaiki ojeg ini boleh dibilang ekstrim dengan kondisi jaan berbatu, menurun dan dikanan adalah jurang yang sangat dalam. Sangat susah buat penumpang untuk menahan tubuh saking curamnya turunan di sini. Jadi buat yang bawa motor matic harus berhati-hati.
Sampai di bawah, kami langsung berada di depan loket masuk. Di dekat loket/parkiran tersedia warung-warung yang biasanya dipakai untuk istirahat para traveler dan tukang ojeg. Sebelum turun kami harus bayar tiket Rp. 5.000 per orang. Dari loket kita harus turun melewatin jalan setapak dan anak tangga yang sudah di semen. 
Jalan menuju Curug Sanghyang Taraje
Tidak perlu sampai ke bawah untuk bisa menikmati keindahan Curug Sanghyang Taraje karena di perjalanan turun kita bisa melihat keindahannya dari kejauhan. Curug ini sangat-sangat menakjubkan, dengan ketinggian sekitar 80m dan terdiri dari 2 aliran serta debit yang sangat besar, jujur susah digambarkan dengan kata-kata. 
Sanghyang Taraje dari tangga turun
Sampai di bawah kami sudah diterpa oleh tampias curug ini dan nyaris dimanapun berada akan kena tampiasnya saking besar debit curug ini padahal November bukanlah puncaknya musim hujan. Gak terbayang kalau ke sini di waktu puncak-puncaknya musim hujan.
Sanghyang Taraje dari jauh
Di lokasi ini disiapkan saung, ayunan, dan taman-taman yang hijau. Serasa berada di taman impian, karena di kelilingi oleh tebing batu yang diselimuti lumut dan tanaman hijau. Lagi-lagi, harus siap-siap basah kena tampias hahahaha. Karena curug ini sangat besar, pengunjung hanya dibatasi sampai pintu air yang membendung aliran curug. Pengunjung bisa berfoto-foto di atas pagar bendungan. Karena selalu basah, jalan menuju pot ini sangat licin, butuh perjuangan untuk menuju ke sana. Di sini kita bisa mengambil foto dengan latar megahnya Curug Sanghyang Taraje, curug yang menjadi tangga para dewa yang turun ke bumi.
The amazing Sanghyang Taraje!!!
The amazing Sanghyang Taraje!!!
The amazing Sanghyang Taraje!!!
Untuk berenang dan bermain air, bisa dilakukan di aliran curug dimana airnya tidak dalam dan berbatu-batu. Airnya lumayan dingin meskipun tidak sedingin air curug di Gunung Salak ataupun di Gunung Gede Pangrango.
Berendam manja buat session foto wkwkwkwk
Sesudah puas menikmati keindahan Curug Sanghyang Taraje, menggunakan ojeg lagi, kami menuju parkiran. Di tengah jalan saya minta berhenti sekedar mengambil foto aliran curug yang terdapat pipa-pipa pembangkit listrik yang ada di tebing seberang. Dan sepertinya itulah jalan tembus yang tadi kami nyaris salah masuk. Gak terbayang sekiranya kami melewati jalan tersebut pastilah hanya sampai di bukit seberang tanpa bisa ke Sanghyang Taraje.
Sampai di parkiran, kemudian kami menuju ke sebuah curug namanya Curug Utang. Pintu masuknya sekitar 50m dari parkiran. Dari jalan masuk kemudian berjalan lagi sekitar 150m. Curug ini tidak di jaga, meskipun begitu, jalan menuju curug ini sudah berupa jalan setapak. 
Jalan menuju Curug Utang
Jalan menuju Curug Utang
Tersembunyi dibalik pepohonan hutan, terlihatlah Curug Utang ini (saya gak tau kenapa namanya Curug Utang, mungkin sindiran buat kalian kaum yang suka ngutang hahahaha). Curug ini ada 2, yang satu melebar melewatin tebing membentuk tirai. Sementara di kanan adalah curug utama yang terdiri dari satu curug dengan type horse tail. Curug ini lumayan tinggi, namun debitnya tidak terlalu besar. Kolamnya berwarna hijau tosca dan dingin.

Salah satu sudut Curug Utang

Curug Utang

Curug Utang
Karena sudah mulai sore, kami hanya sebentar di sini, hanya mengambil beberapa foto. Perjalanan selanjutnya adalah menuju Cipanas yang jaraknya 2 jam lebih dari sini.
Perjalanan menuju Cipanas ini tidak kalah serunya, karena melewati perkebunan teh dan perbukitan yang berkabut tebal sehingga jarak pandang sangat dekat. Kebun-kebun teh dan rumah-rumah terlihat samar-samar.menarik sekaligus berbahaya. 
Kondisi jalan menuju Cipanas Garut
Kondisi jalan menuju Cipanas Garut
Malam-malam kami sampai ke Cipanas, serasa masuk kawasan Ciater. Sangat padat dengan mobil-mobil yang parkir. Melewati jalan-jalan yang kecil sembari mencari penginapan. Akhirnya dapat penginapan dengan 2 kamar tidur dan tentu saja lengkap dengan kolam air panasnya. Nah, air yang ada di kolam ini adalah panas alami dan terus mengalir sehingga tidak bakalan dingin meski dibiarkan terbuka. Panasnya kira-kira 6-80 derajat. Hampir sama dengan air panas yang ada di Lebak.  Hanya saja besok pagi kami langsung menuju Bandung Barat tanpa sempat menikmati kolam renang air panas yang berada di sini.










Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Pantai Santolo
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Comments

Popular posts from this blog

7 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia

Ada begitu banyak gunung berapi yang bisa kita jumpai di Indonesia. Gunung berapi yang jumlahnya berlimpah itu terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Nah, berikut adalah tujuh gunung berapi tertinggi di Indonesia, menurut data yang dilansir Wikipedia. Mari kita simak bersama! 1. Gunung Kerinci Gunung Kerinci,  3.805 meter. Gunung berapi tertinggi di Indonesia ini juga dikenal sebagai Gunung Gadang dan Puncak Indrapura. Gunung Kerinci memiliki ketinggian mencapai 3.805 meter dan terletak di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Uniknya lagi, gunung berbentuk stratovulkan ini mempunyai kawah seluas 400x120 meter yang berisi air berwarna hijau. 2. Gunung Rinjani Gunung Rinjani,  3.726 mdpl. Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl serta terletak pada lintang 8º25' LS da...

Eksplor Solok Selatan Bagian 4: Kebun Teh Alahan Panjang, Mesjid Tuo Kayu Jao dan Danau Di Ateh (Danau Kembar)

Melanjutkan perjalanan dari Sangir dimana kami menghabiskan waktu berenang di Air Pauh Duo dan mengunjungi Nagari Saribu RumahGadang selanjutnya kami menuju Alahan Panjang untuk menginap di Danau Di Ateh (Danau Di Atas). Karena tergoda dengan promosi wisata di sini yang memperlihatkan penginapan di pinggir danau yang bergaya ala-ala Eropa. Sampai di Danau Di Ateh sudah sore. Memasuki Kawasan wisata kami harus membayar sekitar Rp. 25.000 per orang (dewasa). Dan sepertinya di dalam Kawasan wisata sedang ada bazaar sehingga terlihat sangat berantakan dan sampah berserakan di mana-mana. Singkat cerita kami menyewa 2 villa dengan harga Rp. 500.000 dan Rp. 300.000 yang dibayar via petugas yang   bersih-bersih villa (karena menurut beliau pembayarannya lewat mereka, dan saya juga bingung karena memang tidak tahu harus bayar dimanan, LOL). Dan sumpah, inilah penginapan yang tidak terurus, mesti terlihat bagus tapi didalamnya sangat kotor mulai dari karpet, korden, dinding etc. Tidak ada ...

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)

Peta Kawasan Konservasi Indonesia Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia) adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme - United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam. Biosphere reserves are sites recognized under UNESCO's Man and the Biosphere Programme, which innovate and demonstrate approaches to conservation and sustainable development. They are of course under national sovereign jurisdiction, yet share their experience and ideas nationally, regionally and internationally within the World Network of Biosphere Reserves. There are 551 sites world...