Skip to main content

Weekend Gateway: Kuningan-Cirebon Bagian 2

Goa Sunyaragi
Melanjutkan perjalanan dari Kuningan, dari Telaga Nilem kami berangkat menuju Cirebon selepas Ashar dan menginap di Cirebon satu malam. Karena masih ada sedikit waktu jadi kami berencana ke Goa Sunyaragi sekaligus menikmati sunset. 
Sampai di parkiran sekitar jam 4 lewat. Setelah membayar tiket masuk Rp. 10.000 per orang dan parkir Rp. 3.000 kami memasuki areal cagar budaya ini. oh iya, kami sholat Ashar dulu di mushola yang ada di dalam area ini.
Nah sebagai pengetahuan aja, areal Cagar Budaya ini mempunyai luas sekitar 15 hektar, dengan bangunan yang mirip candi. Gua ini merupakan bagian dari Kasepuhan dan kabarnya ada goa penghubung kedua areal tersebut. Sementara itu dari artinya, sunya=sepi, raga=raga jadi sunyaragi bisa diartikan tempat menyepi/bertapa keluarga Kerajaan. 
Salah satu sudut Goa Sunyaragi
Selain buat menyepi, di sini juga terdapat Taman Sari (tempat pemandian keluarga kerajaan), tempat ibadah, gudang perlengkapan perang, dll. Untuk lebih lengkap kalian bisa baca di sumbernya Wikipedia-Goa Sunyaragi. 
Landmark Goa Sunyaragi
Welfie...
Welfie...
Niat nya menikmati sunset di sini tidak terlaksana karena ternyata area ini ditutup jam 5 hahahha. Cuman yang herannya, mendekati jam 5 masih saja menerima tamu dan di loket gak dikasih tahu bahwa jam 5 di tutup. 
Meskipun bergantian berfoto dengan pengunjung lain akhirnya kami bisa berfoto di beberapa spot foto andalan di sini. Dari satu lokasi ke lokasi lain di hubungkan oleh jalan-jalan dan lorong-lorong sempit. Di sini kita bisa melihat ruang-ruang kecil untuk beristirahat dan bersemedi. Juga terlihat jalur-jalur drainase/aliran air.
Salah satu sudut Goa
Salah satu sudut Goa
Pintu-pintu yang ada di tiap ruangan ukurannya kecil-kecil dengan ketinggian sekitar 150-160 cm. Jadi kita harus menunduk untuk melewatinya, ini mengandung filosofi bahwa dalam kehidupan ini kita harus selalu rendah hati/tidak sombong. Catet ya.... !!!!   
Salah satu sudut Goa
Salah satu sudut Goa
Terakhir kami berfoto di dekat Gua Peteng yang ada Patung Gajah nya. Dan lokasi ini konon adalah Taman Sari dulunya. Ternyata baru tahu di sini juga terdapat Patung Perawan Kunti, karena kurang memperhatikan, jadi saya melewatkannya. Dan karena di buru-buru, udah ditungguin oleh petugas yang memberitahu bahwa jam 5 akan ditutup, kami pun buru-buru di sini.
Gua Peteng
Gua Peteng
Gua Peteng
Keluar dari area Goa Sunyaragi, selanjutnya mencari penginapan. Melalui app. online kami mendapatkan 2 kamar untuk 1 malam dimana penginapannya tidak begitu jauh dari Stasiun kereta dan harganya tidak terlalu mahal (sekitar Rp. 210.000). Sampai dipenginapan yang ternyata lumayan luas dengan AC dan air panas dingin, selanjutnya makan malam.
Menu makan malam tentulah yang menjadi ciri khas Cirebon yaitu Empal Gentong. Empal Gentong yang terkenal di sini adalah Empal Gentong Ibu Nur yang lokasinya tidak terlalu jauh dari penginapan. Meski ramai banget,, untunglah bisa mendapatkan tempat duduk dan menikmati Empal Gentong yang hits ini.


Kasepuhan Cirebon

Jam 8 pagi tanpa sarapan kami langsung check-out dan melanjutkan perjalanan ke Keraton Kasepuhan. Jarak dari penginapan ke Keraton sekitar 4km yang ditempuh sekitar 15 menit. Karena salah ambil jalan, kami masuk lewat gerbang belakang. Untuk masuk ke Keraton kita dikenakan tarif Rp. 25.000/orang, lumayan mahal ya?.

DI belakang, terdapat lagi gerbang yaitu menuju ke Sumur 7. Untuk masuk ke komplek Sumur 7 kami membayar lagi Rp. 10.000/orang. Komplek ini dikelilingi oleh pagar-pagar dan gapura-gapura dari bata yang terlihat artistik. Konon kabarnya ketujuh sumur ini ada kegunaannya masing-masing, malah ada yang beracun. 
Jalan menuju Sumur 7
Salah satu sumur di Sumur 7
Salah satu sumur di Sumur 7
Di komplek ini juga terlihat area Tamansari/Tempat Pemandian. Juga, jangan heran kalau di dalam ini terlihat ada yang menjual jerigen yang di gunakan untuk mengambil air untuk di bawa pulang (untuk apa, entahlah !!!). 
Tamansari
Salah satu sumur di Sumur 7
Salah satu sumur di Sumur 7
Puas berkeliling kompleks Sumur 7  ini, terakhir ada komplek makam Sunan Gunung Jati. Untuk yang mau masuk komplek ini harus membuka alas kaki. Di dalam terdapat semacam balairung dan di jaga oleh seorang juru kunci nya. Karena tujuan kami ke sini hanya untuk berkunjung dan mengambil foto, kami tidak tertarik dengan godaan-godaan yang berbau mistik yang menyelimuti Sumur 7 ini, atau istilahnya, hanya sekedar tahu.
Petilasan Sunan Gunung jati
Keluar dari komplek Sumur 7 selanjutnya menuju Keraton. Keraton ini adalah tempat Kesultanan Cirebon bertahta. Sebenarnya ada lagi Museum yang menyimpan koleksi dan harta kerajaan tapi kami tidak masuk ke dalam musim hanya berkeliling komplek Keraton.
Museum
Komplek ini dikelilingi oleh batu bata merah. Bangunan utama berwrna putih yang didepannya terdapat simbol 2 macan putih yang merupakan lambang keluarga besar Pajajaran. Di dalam bangunan terdapat ruang tamu, dan singgasana raja. Untuk menuju singgasana terdapat bangunan/selasar berbentuk bujur sangar yang miring yang bertujuan agar musuh tidak langsung menuju ke arah Sultan.
Bangunan utama Keraton
Bangunan utama Keraton
Di sebelah kanan terdapat gerbang yang di hiasi keramik-keramik dari China. Untuk diketahui bahwa salah satu istri Sunan Gunung Jati berasal dari China. Keramik-keramik ini di tempel di dinding-dinding gapura dan bangunan yang ada di dalam.
Pintu Buk Bacem yang dihiasi keramik China
Hiasan dari keramik China
Untuk cerita lengkap mengenai Keraton Kasepuhan bisa di baca di Wikipedia.
Mesjid Agung Sang Cipta Rasa
Selanjutnya kami menuju bangunan bersejarah lainnya yang berada di sekitar Keraton, yaitu Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Mesjid ini juga di sebut dengan nama Mesjid Kasepuhan. Mesjid ini berada di sebelah kiri di jalan masuk menuju Keraton (dari jalan raya). Nah di sepanjang jalan yang panjangnya sekitar 100m ini tumpah ruah oleh pedagang yang berjualan aneka makanan dan cindera mata.
Mesjid ini dibangun di jaman Sunan Sunan Gunung Jati tahun 1480 dan dirancang oleh Sunan Kalijaga dan dibantu oleh arsitek-arsitek lainnya.
Selasar mesjid
Hiasan di selasar mesjid
Mesjid ini sangat unik, untuk memasuki ruang utama dari Mesjid kita bisa melewati 9 pintu yang melambangkan Wali Songo (Wali 9). Pintunya kecil dan pendek sehingga untuk masuk/keluar kita harus menunduk. Ini ada filosofinya loh, dalam hidup, kita sebagai manusia harus selalu menunduk/rendah hati dan tidak sombong. Buat yang masuk haruslah sopan dan menutup aurat baik laki-laki dan perempuan. Di sebelah kanan terdapat sumur yang tidak pernah kering yang di sebut Sumur Zam-zam yang namanya mirip dengan Sumur Zam-zam yang ada di Mekkah. 
Keluar masuk ke ruang utama mesjid
Mihrab yang ada di ruang utama
Untuk yang ingin tahu mengenai keunikan mesjid ini silahkan baca link berikut, Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.
Sudah mendekati tengah hari, kami kembali ke parkiran yang ada di belakang, tentu saja melewati komplek Keraton lagi. Dan kami di tawarkan oleh seorang Abdi untuk menemui Pangeran untuk meminta ‘berkat’ dan lagi-lagi kami tolak dengan halus karena kami ke sini hanya untuk bekunjung.
Link terkait:
- Telaga Remis, Telaga Nilem dan Telaga Biru

Comments

Popular posts from this blog

7 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia

Ada begitu banyak gunung berapi yang bisa kita jumpai di Indonesia. Gunung berapi yang jumlahnya berlimpah itu terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Nah, berikut adalah tujuh gunung berapi tertinggi di Indonesia, menurut data yang dilansir Wikipedia. Mari kita simak bersama! 1. Gunung Kerinci Gunung Kerinci,  3.805 meter. Gunung berapi tertinggi di Indonesia ini juga dikenal sebagai Gunung Gadang dan Puncak Indrapura. Gunung Kerinci memiliki ketinggian mencapai 3.805 meter dan terletak di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Uniknya lagi, gunung berbentuk stratovulkan ini mempunyai kawah seluas 400x120 meter yang berisi air berwarna hijau. 2. Gunung Rinjani Gunung Rinjani,  3.726 mdpl. Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl serta terletak pada lintang 8º25' LS da...

Eksplor Solok Selatan Bagian 4: Kebun Teh Alahan Panjang, Mesjid Tuo Kayu Jao dan Danau Di Ateh (Danau Kembar)

Melanjutkan perjalanan dari Sangir dimana kami menghabiskan waktu berenang di Air Pauh Duo dan mengunjungi Nagari Saribu RumahGadang selanjutnya kami menuju Alahan Panjang untuk menginap di Danau Di Ateh (Danau Di Atas). Karena tergoda dengan promosi wisata di sini yang memperlihatkan penginapan di pinggir danau yang bergaya ala-ala Eropa. Sampai di Danau Di Ateh sudah sore. Memasuki Kawasan wisata kami harus membayar sekitar Rp. 25.000 per orang (dewasa). Dan sepertinya di dalam Kawasan wisata sedang ada bazaar sehingga terlihat sangat berantakan dan sampah berserakan di mana-mana. Singkat cerita kami menyewa 2 villa dengan harga Rp. 500.000 dan Rp. 300.000 yang dibayar via petugas yang   bersih-bersih villa (karena menurut beliau pembayarannya lewat mereka, dan saya juga bingung karena memang tidak tahu harus bayar dimanan, LOL). Dan sumpah, inilah penginapan yang tidak terurus, mesti terlihat bagus tapi didalamnya sangat kotor mulai dari karpet, korden, dinding etc. Tidak ada ...

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)

Peta Kawasan Konservasi Indonesia Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia) adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme - United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam. Biosphere reserves are sites recognized under UNESCO's Man and the Biosphere Programme, which innovate and demonstrate approaches to conservation and sustainable development. They are of course under national sovereign jurisdiction, yet share their experience and ideas nationally, regionally and internationally within the World Network of Biosphere Reserves. There are 551 sites world...