Skip to main content

Eksplor Desa Puraseda 4: Curug Puraseda dan Curug Tengah

2x ke Desa Puraseda di Leuwiliang dan mengunjungi Curug Cikoneng hingga Curug Salawe, tadinya saya mengira sudah habis semua curug yang kami datangi di desa ini dan ternyata salah karena masih banyak curug di sini. Rencana awal kami hanya akan mengunjungi Curug Puraseda dan Curug Tengah tapi akhirnya bisa mendapatkan 5 curug dalam satu hari.
8 Desember 2018 bertujuh, saya, Revan (@ravanarei), Noey (@sitinoeynurhayati), erlan (@erlandfhilly), Ringgo (@karinggo11), Jay (@zay_aquilani) dan Eddy (@dykur90) berangkat ke lokasi. Bertemu di dekat lampu merah  Semplak jam 6.30 on time kami menggunakan 4 motor. Karena masih pagi, jalanan tidak terlalu padat, hanya sedikit merayap di Jalan Dramaga. Meskipun pagi jalanan tidak terlalu padat, yang sedikit menjadi masalah di jalur ke Leuwiliang ini adalah adanya truk-truk yang mengangkut sampah yang meninggalkan bau hingga berkilo-kilo meter.
Team squad: Eddy, Noey, Erlan, Ringgo, Zay dan Revan

Memasuki Karacak, jalanan tambah sepi, di sini kondisi jalan sudah agak jelek tak semulus jalan raya Leuwiliang. Melewati Curug Cilontar hingga Gunung Bubut kondisi jalan masih sama. Mulai dari Gunung Bubut kondisi jalan sudah mulai tambah jelek, makin banyak lobang-lobang. 

Buat kalian yang pernah ke Curug Cikoneng pasti gampang menemukan jalan kecil sebelum Kantor Kepala Desa Puraseda. Tapi kalau belum, silahkan ambil patokan batas wilayah Desa Karyasari dan Desa Puraseda karena di sebelah kanan ada jalan kecil yang pas untuk satu mobil. Menyusuri jalan ini, terlihat pemandangan desa yang sangat asri, dikelilingi oleh perbukitan, terlihat sawah membentang dan sungai yang mengalir dari Curug Cikoneng.

Karena belum pernah ke Curug Puraseda dan Curug Tengah, kami menanyakan alamt curug-curug ini ke petugas yang jaga di dekat pintu masuk Curug Cikoneng. Jadi untuk ke Curug Puraseda ini kita harus lurus begitu menemukan gang masuk ke Curug Cikoneng (artinya jangan masuk menuju Curug Cikoneng!). Orang sini bilangnya ke kampung Cibuntu. Nanti kalau lurus akan bertemu jembatan dan ambil arah kanan. Nah sebelum jembatan ini juga ada terlihat curug di bukit sebelah kanan, namanya Curug Cipanas cuman aksesnya belum dibuka.
Sampai di jembatan, kami ambil kanan dengan kondisi jalan mendaki. Tak begitu jauh terlihat plang kecil petunjuk arah ke Curug Puraseda dan Curug Tengah. Menuruni bukit dengan kondisi jalan yang licin, jadi penumpang harus turun. Sampai di bawah terlihat sungai kecil dan untuk menyeberanginya kita melewati jembatan kayu. Melewati jembatan kita bisa parkir di tempat yang di sediakan (parkir Rp. 5.000). Nah melihat kondisi jalan ini, sebaiknya yang berniat ke sini jangan menggunakan mobil karena selain jalannya kecil juga tidak ada parkir buat mobil.
Menuju parkiran
Dari parkiran, selanjutnya kami trekking, sebelumnya belanja persiapan cemilan dan minuman di warung dekat parkiran. Beriringan kayak rombongan sirkus, menapaki pematang sawah yang baru tanam kemudian menyeberang sungai melalui jembatan yang terbuat dari bambu.
Trekking menuju Curug Puraseda
Trekking menuju Curug Puraseda
Trekking menuju Curug Puraseda
Kemudian menapaki jalan setapak di sepanjang alur sungai. Di kiri kanan terlihat kebun-kebun masyrakat serta hutan dan semak-semak. Nah nanti di suatu pertigaan atau pertemuan aliran sungai kecil sebelah kanan, kalau di telusuri maka akan sampai di Curug Cisuren.

Terus menyusuri aliran sungai, tidak lama kita akan sampai di Curug Puraseda, total waktu sekitar 30 menit trekking. Menyeberangi sungai dengan jembatan bambu, sampailah kita di depan Curug Puraseda yang kebetulan airnya terlihat jernih dan berwarna hijau tosca.
Sampai di Curug Puraseda
Mempunyai ketinggian sekitar 6m melewati tebing dengan batu yang menggantung yang memecah aliran menjadi 3 aliran. Di atas curug ini masih terlihat ada curug tersembunyi hanya saja belum ada akses untuk ke atasnya. Mumpung airnya lagi bening dan pengunjungnya baru rombongan kami adalah saat yang tepat untuk mengambil foto. Karena belum biasa dan tidak terlihat ada yang berenang di leuwinya, kami hanya berani bermain di sekitar curug yang airnya dangkal.
Curug Puraseda
Curug Puraseda

Curug Puraseda
Curug Puraseda
Curug Puraseda
Sekilas curug ini mirip dengan Curug Love yang ada di Babakan Madang-Sentul hanya saja ini versi yang lebih besar. Dengan suasana yang sangat adem mebuat pengunjung akan betah berlama-lama di sini. Juga di sini disiapkan saung untuk mengunjung dan mungkin suatu saat akan ditambah fasilitasnya karena sekarang masih dalam tahap persiapan.
Nah di tebing sebelah kanan masih ada curug kecil yang berbeda aliran. Sepertinya ini berasal dari mata air langsung karena airnya sangat bening dan dingin. Jadi kalau mau masak mie atau air buat kopi silahkan menggunakan aliran curug ini.
Selanjutnya kami menuju Curug Tengah yang berada di aliran di atas Curug Puraseda. Untuk ke curug ini kita harus trekking lagi. Di bukit sebelah kiri Curug Puraseda terdapat jalan setapak melewati bukit dan perkebunan milik masyarakat. Karena jalannya jalan tanah dan melewati pinggiran bukit, jadi kita harus jalan hati-hati agar tidak tergelincir.
Kondisi jalan menuju Curug Tengah
Kondisi jalan menuju Curug Tengah
Kondisi jalan menuju Curug Tengah
Kondisi jalur trek bisa dibilang mempunyai kesulitan sedang, tapi buat yang tidak biasa trekking bisa dibilang sulit karena kondisinya agak licin. Menjelang bertemu aliran sungai, kita harus menempuh jalur menurun yang agak curam dan licin. Setelah melewati jalur ini kita langsung berada tepat di samping Curug Tengah. Nah, buat kalian yang bertanya kenapa namanya Curug Tengah, karena di atas curug ini masih terdapat beberapa curug lagi yang belum dibuka aksesnya.
Begitu melihat curug ini, saya agak surprise karena bentuknya yang sangat berbeda dengan curug-curug lain yang pernah saya datangi. Curug ini berbentuk seperti seluncuran di waterboom, yang awalnya lurus kemudian berbelok dan ketika menemui ujung tebing, air curugnya akan memancar. Ditambah dengan arusnya yang saat itu sangat deras, membuat curug ini benar-benar unik alias lain dari pada yang lain.
Curug Tengah
Curug Tengah
Welfie di Curug Tengah
Welfie di Curug Tengah
Untuk melihat curug secara utuh dari depan, kita harus menyeberang aliran sungai dan mencapai tebing yang ada di seberangnya. Karena airnya deras, kita harus sangat hati-hati. Dan juga harus diperhatikan jika airnya tiba-tiba berubah keruh, kita harus segera menyingkir karena itu tanda-tanda di hulu sungai terjadi hujan dan debit air akan bertambah. 

Walaupun di medsos kita melihat ada yang loncat-loncat di sekitar leuwi/kolam, seharusnya tidak usah ditiru karena bisa berbahaya apalagi ketika debit air sangat besar. Kalau mau berenang usahakan di pinggiran leuwi.
Masak-masak di pinggir curug
Setelah berbasaha-basahan dan mengambil foto-foto kami kembali ke area Curug Puraseda. Sampai di Curug Puraseda, sebagian memasak mie dan kopi sementara saya dan Edi ke curug yang ada di sebelah kiri yang belum ada namanya. Meskipun curugnya kecil tapi airnya sangat bening dan menyegarkan.
Curug yang gak ada namanya di tebing sebelah kiri
Curug yang gak ada namanya di tebing sebelah kiri
Karena sudah tengah hari, pengunjung mulai berdatangan. Tapi air curug sudah mulai keruh yang menandakan di hulu sungai sudah mulai hujan lebat. Kami bertemu dengan Pak Ncep yang biasa berkeliling area wisata yang masuk area Pongkor Geopark yang akan di ajukan ke pemerintah untuk disahkan. Juga kami bertemu Pak Sobirin, yang menjadi arsitek Kawasan Wisata Cikaret (Kawaci). Di sini kami bercerita dan bertukar pikiran mengenai wisata di Bogor khususnya yang akan dimasukkan ke Kawasan Pongkor Geopark. Yang tidak kalah berkesan adalah bertemu Dendi yang membawa kami ke petualangan berikutnya yaitu ke Curug Cisuren dan Curug Cisaat.
Berfoto dengan Pak Ncep dan anggota baru

Comments

Popular posts from this blog

7 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia

Ada begitu banyak gunung berapi yang bisa kita jumpai di Indonesia. Gunung berapi yang jumlahnya berlimpah itu terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Nah, berikut adalah tujuh gunung berapi tertinggi di Indonesia, menurut data yang dilansir Wikipedia. Mari kita simak bersama! 1. Gunung Kerinci Gunung Kerinci,  3.805 meter. Gunung berapi tertinggi di Indonesia ini juga dikenal sebagai Gunung Gadang dan Puncak Indrapura. Gunung Kerinci memiliki ketinggian mencapai 3.805 meter dan terletak di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Uniknya lagi, gunung berbentuk stratovulkan ini mempunyai kawah seluas 400x120 meter yang berisi air berwarna hijau. 2. Gunung Rinjani Gunung Rinjani,  3.726 mdpl. Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl serta terletak pada lintang 8º25' LS da...

Eksplor Solok Selatan Bagian 4: Kebun Teh Alahan Panjang, Mesjid Tuo Kayu Jao dan Danau Di Ateh (Danau Kembar)

Melanjutkan perjalanan dari Sangir dimana kami menghabiskan waktu berenang di Air Pauh Duo dan mengunjungi Nagari Saribu RumahGadang selanjutnya kami menuju Alahan Panjang untuk menginap di Danau Di Ateh (Danau Di Atas). Karena tergoda dengan promosi wisata di sini yang memperlihatkan penginapan di pinggir danau yang bergaya ala-ala Eropa. Sampai di Danau Di Ateh sudah sore. Memasuki Kawasan wisata kami harus membayar sekitar Rp. 25.000 per orang (dewasa). Dan sepertinya di dalam Kawasan wisata sedang ada bazaar sehingga terlihat sangat berantakan dan sampah berserakan di mana-mana. Singkat cerita kami menyewa 2 villa dengan harga Rp. 500.000 dan Rp. 300.000 yang dibayar via petugas yang   bersih-bersih villa (karena menurut beliau pembayarannya lewat mereka, dan saya juga bingung karena memang tidak tahu harus bayar dimanan, LOL). Dan sumpah, inilah penginapan yang tidak terurus, mesti terlihat bagus tapi didalamnya sangat kotor mulai dari karpet, korden, dinding etc. Tidak ada ...

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)

Peta Kawasan Konservasi Indonesia Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia) adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme - United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam. Biosphere reserves are sites recognized under UNESCO's Man and the Biosphere Programme, which innovate and demonstrate approaches to conservation and sustainable development. They are of course under national sovereign jurisdiction, yet share their experience and ideas nationally, regionally and internationally within the World Network of Biosphere Reserves. There are 551 sites world...