Skip to main content

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau
Hutan Gambut Alami Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Bengkalis-Riau. Foto: mongabay
Bagaimana rasanya berwisata dan berpetualang di hutan gambut?  Itulah yang ditawarkan oleh pengelola Cagar Biosfer blok Suaka Margasatwa (SM) Bukit Batu Riau.  Ekowisata di lahan gambut itu digagas oleh  Center for Tropical Peat Swamp Restoration and Conservation (CTPRC) Indonesia bekerja sama dengan LIPI, Universitas Riau (UR), Universitas Lancang Kuning (Unilak) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau.

Direktur CTPRC Haris Gunawan yang dihubungi Jumat (25/10) menjelaskan ekowisata akan ditawarkan dalam bentuk paket wisata yang mengkombinasikan  wisata budaya, kuliner, konservasi dan adventure. Wisata budaya dengan mengunjungi istana, kemudian mencicipi makanan khas di kabupaten Siak, dilanjutkan dengan wisata konservasi dengan pengenalan hutan rawa gambut dan usaha-usaha restorasi di lokasi SM Bukit Batu dan Tanjung Leban.

Wisatawan bisa melanjutkan dengan wisata adventure dengan sungai dan tasik yang ada di dalam kawasan SM Bukit Batu, kemudian diakhiri berwisata di desa biovillage yang sedang dikembangkan oleh CTPRC bersama LIPI dan MDK BBKSDA di Desa Temiang.

“Saat ini CTPRC bersama mitra sedang mengembangkan desa biovillage. Konsep biovillage ini memandang keberadaan sumber daya manusia dan sumber daya alam sebagai aset suatu daerah yang dapat dijadikan modal primer dalam menggerakkan perekonomian daerah tersebut,” kata Dosen UR ini.

Saat ini Desa Temiang menjadi desa model biovillage yang dikelola CTPRC, karena desa tersebut terletak di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis dan berbatasan langsung dengan SM Bukit Batu. Masyarakat desa tersebut juga memiliki ketergantungan terhadap kawasan dengan mencari ikan di sungai bukit batu dan adanya lahan pohon karet di kawasan SM Bukit Batu.

Ekowisata yang direncanakan akan diadakan awal November ini, akan di fokuskan ke Cagar Biosfer blok Bukit Batu yang saat ini terancam degradasi, yakni penyusutan lahan gambut, terutama terjadi pada lahan gambut dengan ketebalan dalam (kubah gambut) dan lahan dengan ketebalan sedang. Bukit Batu merupakan salah satu dari lima hutan alam yang masih menyimpan kekayaan hutan gambut yaitu, blok hutan rawa gambut Semenajung Kampar, Kerumutan, Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Senepis dan Libo.

Hasil studi di blok Bukit Batu menunjukkan cadangan karbon bawah tanah ditaksir rata-rata 4970 juta ton/ha dan stok karbon hutan rata-rata 82 juta ton/ha. Kedalaman gambut ditaksir rata-rata di atas 7,5 meter yang tergolong gambut sangat dalam. “Potensi yang sangat besar dalam peranannya terhadap mitigasi perubahan iklim karena besarnya stok karbon,” kata Harris.

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memiliki luas 178.722 hektar.
Blok hutan Suaka Margasatwa (SM) Bukit Batu yang menjadi tujuan dari ekowisata ini, lanjut Harris, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Karena sebagian besar kondisi hutan dan lingkungan telah berubah. Di beberapa tempat telah menjadi hutan belukar, sungai dan air hitam yang keruh, dan perubahan tutupan hutan menjadi kebun karet masyarakat, terutama di sepanjang tanggul-tanggul sungai.

Kondisi tersebut akan mengancam keunikan ekosistem dan fungsi-fungsi lingkungannya di masa datang. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka CTPRC dan mitra melakukan usaha-usaha yang sistematis dalam rangka menyelamatkan ekosistem hutan rawa gambut tropis di blok hutan SM Bukit Batu. Salah satu kegiatan yang telah dilakukan oleh CTPRC adalah menanami kembali kawasan tersebut dengan beberapa tanaman aslinya, salah satunya adalah Jelutung.

Harris menambahkan ekowisata tersebut akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi dan mendorong peran serta partisipasi masyarakat Desa Temiang dalam usaha penyelamatan ekosistem hutan rawa gambut tropis. Oleh karena itu, dia akan mengundang pihak lain untuk ikut dalam pengelolaan ekowisata ini. 

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau.
Data: Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau Indonesia

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memiliki luas 178.722 hektar terdiri dari :
Zona Inti :
Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektar.
Suaka Margasatwa Bukit Batu seluas 21.500 hektar.

Zona Penyangga :
Hutan Produksi yang tidak ditebangi lagi dan telah diserahkan ke pemerintah dari Grup Sinarmas Forestry seluas 72.255 hektar. Terdiri atas :
PT. Dexter Timber Perkasa Indonesia = 31.745 hektar.
PT. Satria Perkasa Agung = 23.383 hektar.
PT. Sakato Pratama Makmur = 12.302 hektar.
PT. Bukit Batu Hutani Alam = 5.095 hektar.

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Satwa penghuni Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau
Berdasarkan penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesai) di tahun 2007, di kawasan CB-GSK-BB memiliki Keanekaragaman Hayati sekitar 126 jenis tumbuhan (52 jenis merupakan tumbuhan langka dan dilindungi) yang terdiri dari 67 marga dan 34 suku tumbuhan, yang jumlahnya bertambah jika ditambahkan dengan jenis "semak" dan "terna". Marga pohon yang dominan adalah Calophyllum, Chamnosperma, Dyaera, Alstonia, Shorea, Gonystylus, dan Palaquium. Hal yang paling membanggakan dan menarik adalah masih banyaknya jenis Pohon Ramin (Gonystylus bancanus), Pohon Gaharu (Aquilaria beccariana), Pohon Meranti Bunga (Shorea teysmanniana), dan Pohon Punak (Tetramerista glabra). Semua jenis pohon tersebut merupakan indikator bagi Hutan Rawa yang masih baik.

CG-GSK-BB juga memiliki Keanekaragaman Satwa sekitar 150 jenis burung, 10 jenis mamalia termasuk yang dilindungi, Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), 8 jenis reptil, dan lain-lain. Salah satu jenis reptil adalah Buaya Sumpit (Tomistoma schegelii) sebagai reptil yang biasa disebut senyulong, kerap dijumpai oleh masyarakat setempat. Jenis satwa terbang yang kadang-kadang nampak adalah Burung Julang Jambul Hitam (Aceros undulatus).

CB-GSK-BB sebagai Cagar Biosfer ke tujuh di Indonesia terbentuk dari kerjasama berbagai pihak. Perintisan dan penelitian bermula di tahun 2003 yang menyarankan perlindungan saujana tersebut. Penetapan kawasan tersebut sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO bukan merupakan akhir dari perjuangan membentuk dan melestarikan lingkungan hidup, tetapi merupakan awal bagi kelanjutan perjuangan-perjuangan berikutnya, terutama untuk daerah Riau yang mana mengalami penyusutan terhadap kawasan hutan rawa gambut.

Pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memerlukan persiapan, perencanaan dan upaya yang hati-hati dan berkesinambungan yang membutuhkan waktu jangka panjang. Kemauan berbagai pihak perlu mendapat dukungan untuk menjaga kisah penerapan konsep cagar biosfer pada suatu kawasan yang dilindungi tetap pada jalurnya. Sehingga tidak terjadi perubahan situasi dan kondisi atas cagar biosfer tersebut.

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau
Harmonisasi manusia dengan alam.
Hingga hidup tidak menjadi kelam.
Hingga semua makhluk dapat hidup tentram.
Hingga tidak datang murka Sang Bersemayam.



Comments

Popular posts from this blog

7 Gunung Berapi Tertinggi di Indonesia

Ada begitu banyak gunung berapi yang bisa kita jumpai di Indonesia. Gunung berapi yang jumlahnya berlimpah itu terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Nah, berikut adalah tujuh gunung berapi tertinggi di Indonesia, menurut data yang dilansir Wikipedia. Mari kita simak bersama! 1. Gunung Kerinci Gunung Kerinci,  3.805 meter. Gunung berapi tertinggi di Indonesia ini juga dikenal sebagai Gunung Gadang dan Puncak Indrapura. Gunung Kerinci memiliki ketinggian mencapai 3.805 meter dan terletak di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Uniknya lagi, gunung berbentuk stratovulkan ini mempunyai kawah seluas 400x120 meter yang berisi air berwarna hijau. 2. Gunung Rinjani Gunung Rinjani,  3.726 mdpl. Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl serta terletak pada lintang 8º25' LS dan 116

Pantai Pandawa di Bali

Menghabiskan waktu liburan di pulau Bali pasti tidak mengenal rasa bosan, banyak pilihan tempat menarik sebagai Obyek Wisata di Pulau Dewata Bali yang bisa dikunjungi, ada wisata budaya, wisata kulinner, wisata air, dan pastinya wisata pantai. Banyak pantai eksotik yang tersebar di seluruh pesisir pulau Bali, salah satunya adalah pantai Pandawa, pantai berpasir putih lembut yang belakangan makin banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun asing. Pantai Pandawa di Bali Kali ini saya akan berbagi pengalaman selama mengunjungi tempat wisata di pulau Bali, yaitu pantai Pandawa Pantai Pandawa di Bali banyak yang menyebutnya sebagai pantai rahasia atau secret beach , karena lokasinya yang berada di balik perbukitan kapur yang menjulang tinggi, sedangkan warga lokal menyebut pantai Pandawa dengan sebutan Pantai Kutuh karena letak pantai ini di desa Kutuh, yang warganya terkenal dengan penghasil budi daya rumput laut sebagai aktifitas keseharian warganya. Indahnya pantai Pandawa di Bali Let

Danau Matano, Terdalam di Asia Tenggara

Danau Matano terletak di Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.  Namanya belum setenar Danau Toba di Medan, Sumatera Utara, tapi pesona Danau Matano gak bisa dipandang sebelah mata. Danau Matano terletak di Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.  Pelesiran ke sini, mustahil kamu tidak jatuh cinta dengan danau yang diklaim sebagai yang terdalam di Asia Tenggara . Mata kamu bakal dimanjakan dengan jernihnya biru air danau, yang membuatmu bisa melihat danau hingga kedalaman 20 meter! Pantai Salonsa, Danau Matano. Foto: Wikipedia Danau Matano terbentuk dari ribuan mata air akibat gerakan tektonik di litosfer. Kini, danau ini menjadi rumah buat aneka ikan serta burung danau terbang dan dikelilingi Pegunungan Verbeek nan hijau.  Tak hanya itu, sejumlah fauna eksotis, seperti kepiting bungka, udang, siput, keong air tawar dan yang paling kesohor dari Danau Matano, ikan purba buttini yang memiliki nama latin Glossogobius matanensis juga