Gajah pintar dalam bekerja sama. Foto: NGI |
Dia mengatakan insting gajah tidak jauh berbeda dengan manusia. Nadya mendapatkan kesimpulan tersebut ketika menemukan kumpulan gajah yang ditinggal induknya.
"Ternyata perasaan gajah sama dengan manusia. Anak-anak gajah akan merasa sedih dan tidak memiliki gairah hidup ketika ditinggalkan induknya," paparnya dalam jumpa pers Let Elephants be Elephants di Shangri-La Hotel, Selasa (22/4/2014).
Induk gajah ataupun kepala kelompok gajah yang sudah matang usianya banyak diburu untuk mendapatkan gadingnya. Ketika perburuan dilakukan dengan cara dibunuh, anak-anak gajah tampak sedih dan hidupnya tidak bersemangat.
Padahal, induk atau kepala kelompok gajah merupakan tempat berlindung dari berbagai spesies gajah.
"Jadi induk gajah ini adalah gajah yang tahu di mana tempat untuk mencari makan dan di mana tempat aman untuk berlindung bagi kelompoknya," kata Nadya.
Untuk menyelamatkan gajah dari kepunahan, Nadya dan Tammie terjun langsung ke alam liar Afrika dan lorong-lorong tersembunyi. Hasil temuan yakni perburuan gajah dengan cara sadis dan berhasil direkam melalui film dokumenter.
Nadya Hutagalung di Kenya. Foto: ghiboo |
Pada kesempatan tersebut, keduanya mewawancarai beberapa ahli konservasi gajah, termasuk Richard Bonham dari Big Life Foundation yang memimpin satuan ranger atau petugas pemeliharaan gajah alam liar.
Saat ini jumlah ranger tersebut mencapai 280 anggota yang tersebar di Kenya dan Tanzania. Nadya dan Tammie juga berhasil mewawancarai Dr. Chynthia Moss dari Amboseli Trust for Elephants yang meneliti gajah selama 45 tahun, serta wawancara terhadap Douglas Hamilton dari Save the Elephants sebagai otoritas terkemuka tentang gajah.
Beruntung, kepedulian Nadya Hutagalung dan Tammie Matson terhadap gajah cukup melegakan dengan kehadiran David Sheldrick Wildlife Trus yang telah menyelamatkan ratusan anak gajah tanpa induk akibat perburuan.
"Semua temuan dan wawancara dengan para ahli telah didokumentasikan melalui film Let Elephants be Elephants. Kami akan memutar film tersebut sebagai kampanye anti perdagangan gading gajah ilegal," paparnya.
Sebelumnya...
Nadya Hutagalung Buat Film Kampanye Anti Penjualan Gading Gajah
Nadya Hutagalung. Foto: ist |
Nadya yang merupakan Earth Hour Global Ambassador dan juga WWF Elephant Warrior tersebut menuturkan dirinya bersama Tammie Matson, seorang ahli gajah telah membuat sebuah film dokumenter berjudul Let Elephants be Elephants untuk memerangi aksi maraknya perdagangan gading gajah.
"Film ini telah selesai melalui proses pembuatan sekitar sebulan bersama sutradara Ernest Hariyanto," paparnya dalam jumpa pers Let Elephants be Elephants di Shangri-La Hotel, Selasa (22/4/2014).
Dia mengatakan film tersebut dibuat untuk mengedukasi masyarakat seluruh dunia agar mengetahui bahwa penjualan gading gajah tersebut berdampak besar terhadap populasi gajah di dunia.
Pertama kali diajak Tammie untuk ekspedisi kondisi gajah di Afrika, Nadya tidak berpikir panjang untuk mengambil keputusan. Dia langsung mengiyakan dan segera menyiapkan untuk membuat film dokumenter tersebut.
"Film ini kami modali sendiri tanpa ada sponsor satu pun. Namun, setelah jadi, kami senang ada beberapa pihak yang menjadi mitra untuk membantu mempublikasikannya," ujar Nadya.
Film Let Elephants be Elephants akan diputar di berbagai kota di Indonesia hingga kawasan Asia Tenggara.
Sumber: Kabar24
Comments
Post a Comment