Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2014

Hakiki dan Esensi Memperingati Hari Bumi

Hakiki dan Esensi Memperingati Hari Bumi. Hari Bumi ( “ Earth Day “ ) tahun ini jatuh pada hari Selasa 22 April 2014. Bumi , oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-IV Jakarta Nopember 2011 memiliki tiga arti. Pertama : planet tempat manusia hidup, dunia dan atau jagat ( raya ). Kedua : planet ketiga dari matahari. Ketiga : permukaan dunia atau tanah. Bumi ( dunia ) dalam bahasa Yunani , juga memiliki tiga arti kata. Pertama : ”Geografis” (tempat atau bumi berpijak). Kedua : ”Oukumene” (rumah atau tempat tinggal) dan ketiga : ” Cosmos” ( kosmetik, keindahan atau estetika ). Bumi yang telah diciptakan oleh Allah untuk manusia , hakikinya, bukanlah semata untuk tempat berpijak (tempat tinggal). Tapi juga sebagai lahan untuk dapat bertahan dan atau mempertahankan hidupnya dengan berusaha dan mengelola sumber-sumber daya alam yang ada semaksimal mungkin dan secara sungguh-sungguh. Mengelola , bagaimana bumi ( alam semesta ) dapat dirawat, dipelihara, dijaga kelestariannya agar tidak sa

Selamatkan Bumi Melalui Pendidikan

Selamatkan Bumi Melalui Pendidikan. H ari ini Selasa tanggal 22 April 2014 adalah Hari Bumi Sedunia, keberadaannya jatuh pada tanggal 22 April setiap tahunnya, peringatan Hari Bumi Sedunia untuk mengingatkan kesadaran dan mempunyai kepedulian yang tinggi akan pentingnya kelestarian lingkungan.  Lingkungan menjadi bagian yang paling utama. Sebab, pada lingkungan itulah yang akan dilakukan pembinaan dan penataan yang lebih berwawasan lingkungan. Dan memang kita menempati lingkungan ini; lingkungan yang perlu dijaga kelestariannya. Lingkungan sekitar sebagai bagian dari wilayah bumi ini perlu mendapatkan atensi yang serius. Lingkungan ini akan mengalami kondisi yang semakin memburuk. Hal itu dikarenakan beban yang semakin berat. Polusi dan destruktivikasi terhadap lingkungan terjadi secara massif dan berkelanjutan. Dampaknya adalah kondisi lingkungan yang semakin parah. Kondisi lingkungan semakin merana. Pada akhirnya, yang terjadi adalah daya dukung lingkungan terhadap manusia dan seluru

Orang Bajo di Surga Bawah Laut

Suku Bajo di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. BAJUNG lahir kira-kira 50 tahun lalu. Perawakannya kekar. Kulitnya legam. Ia tampak lebih muda dari usianya. Pada saya ia berkata bahwa  angka 50 itu adalah pemberian kepala desa Mola saat ia mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP). Mayoritas to sama—atau  peneliti asing menyebut mereka,  sea gypsy—tak tahu umur mereka sendiri seperti Bajung. Nenek moyang mereka tak mengenal budaya tulis-baca. Mereka hidup nomaden di laut dan hanya pandai melagukan iko-iko. Pendahulu Bajung menyebut Wakatobi sebagai kepulauan  Toekang Besi. Ada empat pulau yang masuk wilayah  Wakatobi, yaitu Wangiwangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko  Tiap satu suku kata dalam nama tiap pulau itu menyumbang satu suku kata untuk nama Wakatobi.  Dulu gugus pulau ini dinamai Toekang Besi untuk mewakili sejarahnya yang dimulai di pulau terujung, Pulau Binongko. Pada abad ke-14,  warga Binongko  menunjukkan pengabdian mereka dengan cara menempa bijih besi jadi senjata tajam untu

Sulawesi Tenggara Luncurkan Hallo Sultra 2014

Wakatobi National Park. Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki banyak kekayaan berupa potensi wisata. "Hallo Sultra" menjadi promosi Sulawesi Tenggara yang diluncurkan oleh Pariwisata dan Ekonomi Kreatif oleh Menteri Mari Pangestu.  "Ini berkaitan dengan hari jadi Sultra ke-50, pada 27 April 2014 mendatang. Akan ada perhelatan besar di Kendari, dan beberapa kegiatan mulai 21 April," kata Mari pada konferensi pers peluncuran 'Hello Sultra' di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kemenparekraf, Jumat 28 Maret 2014. Mari mengatakan, Sulawesi Tenggara memiliki potensi wisata luar biasa. Antara lain, diving, budaya dan sejarah. "Saya sudah diving di Buton dan Wakatobi, sangat luar biasa," kata Mari. Beberapa potensi wisata di sana, antara lain, Benteng Buton yang terpanjang dari Kesultanan Buton, emas dan perak, wisata diving kelas dunia di Wakatobi, kuliner, sampai tenunan khas. Menurut gubernur Sultra, Nur Alam, Sultra menjadi masa depan par

Nepal Wajibkan Pendaki Everest Bawa Turun Sampah

Sampah di Everest.** Foto: NAMGYAL SHERPA / AFP KATHMANDU, -- Pemerintah Nepal, Senin (3/3/2014) mengatakan semua pendaki dan seluruh tim pendukung yang mendaki Gunung Everest diharuskan mengangkut sampah delapan kilogram ketika turun gunung. Seorang pejabat pemerintah, Madhusudan Burlakoti, mengatakan kepada BBC bahwa peraturan baru akan berlaku bagi semua orang yang mendaki di atas Kamp Pangkalan Gunung Everest di ketinggian 5.300 meter. Peraturan baru akan diterapkan mulai April mendatang. Keputusan untuk menerapkan peraturan ini diambil setelah muncul keprihatinan meluas terkait polusi di dan sekitar gunung tertinggi di dunia ini. Wartawan BBC di ibu kota Nepal, Katmandu, Surendra Phuya, mengatakan gunung terkenal tersebut biasanya banyak dikunjungi para pendaki, khususnya selama musim pendakian Musim Semi mulai bulan depan. Para pendaki diharuskan membawa sampah turun ke pos pengumpulan yang akan didirikan di pangkalan. Dawa Sherpa, seorang manajer ekspedisi perusahaan Asian Trekk

Ditemukan Spesies Baru Kukang Kalimantan

Nycticebus kayan spesies baru Kukang Kalimantan. Program Rehabilitasi Kukang Borneo Menemukan Spesies Baru Kukang Kalimantan Primata termasuk jenis kukang ini memiliki racun yang mematikan melalui gigitannya. Spesies ini baru saja ditemukan di Kalimantan oleh para peneliti. Penemuan yang dilaporkan dalam Jurnal Primatologi Amerika ini sebelumnya dikategorikan sejenis lemur karena mirip monyet atau kera. Kukang dengan nama Nycticebus kayan itu memiliki gigitan beracun yang bisa membunuh manusia. Racun tersebut terdapat di kelenjar siku yang terhubung ke mulutnya. "Kukang lamban ini terlihat seperti tidak berbahaya dengan mata lebar yang lucu namun sebenarnya termasuk mamalia paling berbisa di dunia," ucap Profesor Anna Nekaris. "Racunnya menimbulkan anaphylactic shock berujung kematian. Saat terancam bahaya kukang ini mengambil racun ke dalam mulutnya dan mencampurnya dengan air liur." Tim peneliti gabungan dari Oxford Brookes University di Inggris dan Munds Unive